Sidoarjo, terasdelta.com - Gema ayat suci Al-Qur’an melantun begitu indah di pagi penuh berkah, Minggu (31/8/2025). Suara melengking para santri TPQ Hidayatush Shibyan, Desa Kepunten, Tulangan, Sidoarjo, yang khatam melantunkan ayat-ayat suci dengan penuh keyakinan, seakan menembus langit dan membawa getar haru ke hati para orang tua yang hadir.
Khataman dan imtihan ke-25 ini menjadi bukti nyata keberhasilan TPQ Hidayatush Shibyan dalam membimbing anak-anak sejak dini agar mampu membaca, menghafal, dan memahami Al-Qur’an dengan baik. Di balik lantunan indah itu tersimpan proses panjang: hafalan yang tak kenal lelah, bimbingan sabar para ustadzah, serta disiplin pembelajaran yang menjadikan setiap santri tumbuh menjadi generasi Qur’ani.
Prestasi pun mewarnai momen bersejarah ini. Santri cilik Fathin Amiratul Ummah tampil menonjol dengan memborong dua penghargaan sekaligus, yakni kategori Terbaik 1 Usia TPQ dan Penyaji Terkecil periode Muharrom 1447 H. Penghargaan lain diberikan kepada Siti Ainiya Faida Azmi (Terbaik 1 Usia Remaja) dan M. Iqbal Arkab Al-ghofur (Penyaji Tercepat). Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa pola pendidikan yang diterapkan TPQ Hidayatush Shibyan tidak hanya mencetak santri khatam, tetapi juga melahirkan generasi berprestasi.
“Alhamdulillah, senang sekali bisa meraih dua penghargaan. Terima kasih kepada ustadzah yang selalu sabar membimbing saya,” ucap Amira, santri berusia 7 tahun yang merupakan putri semata wayang Mohammad Syarrafah dan Entien Nurfarida ini.
Sementara itu, Kepala TPQ Hidayatush Shibyan, Ila Firdausi Nuzula, menegaskan bahwa khataman dan imtihan ini adalah bentuk pertanggungjawaban lembaga kepada wali santri yang telah mempercayakan pendidikan anak-anaknya. Ia juga menegaskan bahwa pembelajaran di TPQ ini bukan sekadar mengajarkan membaca Al-Qur’an, tetapi juga membentuk kedisiplinan, semangat belajar, dan akhlak santri.
“Kami bersyukur anak-anak bisa menuntaskan semua proses ini. Terima kasih juga kepada para wali santri yang mendukung penuh hingga anak-anak khatam Al-Qur’an,” kata Ustadzah Firda dalam sambutannya.
Menurutnya, untuk sampai di tahap ini, anak-anak harus melalui proses yang sangat panjang, mulai dari ujian lembaga, ujian di tingkat kecamatan dan ujian di tingkat cabang. Oleh karena itu, ia berpesan agar hafalannya terus dijaga, bacaan Al-Qurannya diperhatikan, dan ibadahnya atau sholatnya jangan sampai ditinggalkan. “Ini semua baru awal, dan insyaAllah bisa dilanjutkan ke Madrasah Diniyah maupun program tahfidz,” ujarnya.
Koordinator Kecamatan Sidoarjo 4, Haji Abdullah Fatih, turut memberikan apresiasi pada khataman dan imtihan itu. Ia menegaskan bahwa menurut pengarang metode qiroati, seorang anak hanya bisa dikhatamkan jika bacaan Al-Qurannya sudah benar-benar lancar.
“Saya melihat anak-anak di sini sudah sangat bagus dan fasih. Saya yakin tidak mudah sampai di tahap ini, butuh perjuangan dan kerja keras dari semua pihak, mulai dari ustadzahnya hingga wali santri, harus sama-sama mendukung anak-anak ini,” katanya.
Pada kesempatan itu, ia juga sempat menceritakan lahirnya metode Qiroati yang ditulis dan disusun oleh KH. Dachlan Salim Zarkasyi dari Semarang, Jawa Tengah. Beliau mulai merintis metode ini pada tahun 1963 sebagai respon terhadap belum adanya metode yang memadai untuk mengajarkan membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar di lingkungan sekitarnya.
“Ketika banyak orang bertanya tentang urutan jilid dalam qiroati, Kiai Dachlan selalu menyampaikan bahwa itu minallah. Itulah sebabnya metode ini bertahan dan digunakan luas sampai sekarang,” jelasnya.
Abdullah pun berpesan agar hafalan dan bacaan Al-Qur’an tidak berhenti pada seremoni hari ini. Ia mendorong anak-anak untuk melanjutkan pendidikan di madrasah diniyah, memperdalam ilmu agama, dan mengamalkan salat dengan sungguh-sungguh. “Anak-anaklah yang akan menjadi penerus orang tuanya kelak. Semangat belajar agama jangan pernah padam,” katanya.
Acara ditutup dengan doa bersama dan pemberian penghargaan. Senyum bangga, pelukan hangat, dan mata yang berkaca-kaca menjadi penanda bahwa pagi itu tak hanya tentang khataman, melainkan tentang harapan yang tumbuh, doa yang dipanjatkan, dan generasi Qur’ani yang tengah bertunas. (Sam Arif).