Mojokerto, terasdelta.com - Pengadilan Negeri Mojokerto menggelar sidang perdana kasus dugaan pembuatan dan penggunaan dokumen palsu, termasuk akta kematian, KTP, dan KK atas nama Handika Susilo, pada Selasa (8/10/2024). Terdakwa mantan seorang karyawan SPBU di Kawasan Mojokerto, Emi Lailatul Uzlifah, hadir di persidangan dengan dua saksi yang dihadirkan, yakni pelapor.
Sidang di ruang Cakra dipimpin oleh Hakim Ketua Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja, S.H, M.H, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Budiarti. Dalam persidangan terbuka, JPU Ari Budiarti memaparkan beberapa alat bukti berupa surat-surat dokumen seperti akta kematian dan KTP yang diduga tidak sesuai dengan yang asli. Ia juga menyebut adanya putusan isbat nikah dari Pengadilan Agama Mojokerto yang menjadi bagian dari perkara
Ari Budiarti mengungkapkan bahwa proses penerbitan dokumen-dokumen tersebut melibatkan beberapa instansi, termasuk Dispendukcapil, Kantor Urusan Agama (KUA), dan Pengadilan Agama Mojokerto.
Kuasa hukum terdakwa, Mohammad Zulfan, mengajukan eksepsi terhadap beberapa poin yang disampaikan oleh JPU. “Ada yang benar, tapi ada juga yang tidak sesuai dengan fakta,” ujar Zulfan.
Sementara itu, Eko Arip Mujiantono, S.H, kuasa hukum pelapor Ina Farida, menyatakan harapannya agar kasus ini terbukti di pengadilan. Pihak keluarga berharap aset-aset yang dikuasai oleh terdakwa dapat dikembalikan. Eko juga menambahkan bahwa keluarga berencana mewakafkan aset-aset tersebut atas nama almarhum Handika Susilo jika berhasil dikembalikan, dengan estimasi nilai mencapai lebih dari 2 miliar rupiah.
Eko menyoroti peran Pengadilan Agama dalam kasus ini, yang menurutnya terlalu cepat mengambil keputusan tanpa melihat fakta di lapangan. Ia menegaskan bahwa seharusnya, berdasarkan kompetensinya, Pengadilan Agama dapat membatalkan putusan isbat nikah mengingat adanya bukti keluarga yang sah dari Handika Susilo.
Billy Andi Hartono, anak pertama pelapor, menambahkan bahwa keluarga mereka mengalami kerugian baik material maupun moral. Ia meminta agar terdakwa dihukum maksimal sesuai ketentuan hukum karena penggunaan dokumen palsu. Kerugian yang dialami keluarga termasuk klaim ahli waris palsu dari terdakwa yang mengaku sebagai istri Handika Susilo, meskipun pernikahan tersebut tidak direstui oleh Ina Farida.
Billy juga mengungkapkan bahwa terdakwa diduga mengambil sejumlah aset keluarga selama pernikahan Handika dan Ina Farida di Mojokerto, termasuk satu rumah, dua bidang tanah, dan mobil CRV tahun 2017. Beberapa aset tersebut diduga telah dialihkan namanya menggunakan dokumen palsu.
Menurut Billy, akta kematian yang digunakan terdakwa telah dibatalkan oleh Dispendukcapil, dan mobil CRV dilaporkan hilang oleh terdakwa dengan menggunakan laporan palsu, meskipun BPKB asli masih dipegang oleh keluarga. Ia menegaskan bahwa keluarga tidak pernah menyetujui pernikahan tersebut dan menilai tindakan terdakwa sebagai bentuk poligami liar. Keluarga meminta agar proses hukum berjalan adil dan aset-aset yang diambil secara tidak sah dapat dikembalikan kepada mereka. (Lid).